Rabu,
3 Juli 2013
“Pengalaman yang
tidak terlupakan.” ucapku. Saat itu, aku ditunjuk oleh ust. Manshur sebagai English
Speaker dalam lawatan Gontor yang kedua pada Rabu, 3 Juli 2013. Untung
materi telah aku siapkan sebulan yang lalu. Jadi aku hanya memperbaiki gesture
dan mental saat tampil. Di saat genting seperti itu, tak ada seorang pun yang
memperbaiki speech-ku, gesture-ku, dll. Kecuali Faid yang
memberikan sedikit arahan kepadaku agar tidak terlalu cepat (pelafalan speech-nya)
agar tidak terlihat menghafal. Dan itu sangat berharga bagiku. Waktu itu, Faid
menjadi mentornya Manadzhir. Karena dia belum memiliki persiapan apapun dengan khitobah
bahasa Arabnya. Selain itu, Faid juga mantan first arabic speaker dalam
lawatan Gontor yang pertama tahun kemarin.
Sebelum tampil, dua speaker utusan
Gontor (English and Arabic) menunjukkan kebolehannya. Nah ketika saya
mengamati tata cara berbicara, gesture, pelafalan, dan intonasinya,
perasaan minder dalam diriku muncul juga akhirnya. English speaker dari
Gontor bersuara tegas dan meyakinkan. Sedangkan aku? Sudah tidak ada yang
mengoreksi, suaraku tidak seberapa dengannya, beban menjadi the best english
speaker juga saya pikul. Sedangkan aku hanya seorang diri. Pengalaman tahun
lalu yang menjadikan saya dibebani menjadi the best english speaker
dalam lawatan Gontor tahun ini. Ya, kakak kelas saya, Dzikri, yang menjadi english
speaker dalam kunjungan pondok
modern darussalam Gontor yang pertama gagal dalam dalam melaksanakan tugasnya.
Dia blank, grogi, serta lupa pada teks speech yang dihafalkannya.
Berbeda dengan mentornya Manadzhir, Faid yang menunjukkan kelasnya. Dia tampil
percaya diri bak asli orang arab dengan pidato yang lancar dan pelafalan yang
fasih ditambah intonasi khasnya yang menjadikan tampilannya memukau para santri
Gontor kelas 6 (setara dengan kelas XII) tahun kemarin). Itu juga alasan utama
mengapa dia menjadi mentornya Manadzhir.
Aku tak mau
mengecewakan ustadz Manshur dan PTYQM-ku tercinta ini. Aku ingin membuktikan
bahwa PTYQM ini yang baru berdiri 3 tahun dapat mengalahkan Gontor yang sudah
berdiri hampir satu abad lamanya. Aku berusaha tampil dengan semaksimal
mungkin, mengeluarkan semua yang aku bisa, bersuara tegas, melihat ke audiens,
serta melafalkan pidato dengan pronounciation yang tepat, cepat, serta
dipadu dengan gesture dan intonasi yang aku bisa. Aku harap itu cukup
menggembirakan ustadz Manshur walaupun aku tidak memiliki mentor.
Alhamdulillah,
ternyata hasilnya melebihi dari ekspektasiku. Ust. Manshur memuji kami (Aku dan
Manadzhir) ketika acara pekan iftitah. “Inilah di Menawan. Anak Menawan yang
baru tiga tahun sudah bisa mengalahkan anak Gontor yang sudah 6 tahun. Ini luar
biasa, sampai saya mengirim SMS-SMS ke teman-teman termasuk pak Cipto selaku organizer
di Yayasan Arwaniyyah.” puji ust. Manshur panjang lebar. Seluruh santri pun
bertepuk tangan. Ucapan selamat langsung dilontarkan oleh Luckyta yang
kebetulan duduk di samping kananku.
0 comments:
Post a Comment